7 ETOS KERJA MUSLIMIN
1. Kerja Ikhlas
Firman Allah SWT,
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ
أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
“Ibrahim
berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu?" (QS. Ash-Shaffaat (37:102).
Ayat
tersebut menunjukkan keikhlasan nabi Ubrahim, betapa ikhlas Nabi Ibrahim
menerima wahyu dari Allah bahwa ia harus menyembelih anaknya Ismail. Saat itu
Ismail adalah anak satu-satunya yang sangat dicintai, yang proses kelahirannya
pun butuh perjuangan yang tidak mudah bagi Nabi Ibrahim as. Bisa dibayangkan
betapa kagetnya beliau ketika menerima wahyu dari Allah yang diluar batas logika manusia, padahal Ismail
baru saja menginjak remaja, baru berusia baligh, yang tentu saja saat itu akan
sangat diharapkan oleh nabi Ibrahim, nabi Ismail dapat membantu dakwah dan
kehidupannya..
Sebuah wahyu yang sangat dahsyat
menggoncang jiwa. Tapi, subhanallah, Nabi Ibrahim tidak protes kepada Allah
atas wahyu yang diterimanya. Ia yakin Allah takkan menzolimi hamba-hambaNya.
Bisa kita bayangkan kalau hal itu terjadi pada diri kita. Jangankan menjadi sebagai
pelaku seperti nabi Ibrahim yang harus menyembelih anaknya sendiri, menjadi
sebagai penonton saja, misalkan kita hidup semasa dengan nabi Ibrahim dan kita
bisa langsung melihat kejadiannya, tidak mustahil kita termasuk orang yang
pertama-tama menentang kejadian itu dan menuduh nabi Ibrahim dengan sangkaan yang
tidak-tidak, Na’uudzubillahi min dzaalik.
Demikian juga dengan keikhlasan nabi Ismail
untuk disembelih, sama seperti halnya nabi Ibrahim. Tidak pernah protes pada
Tuhannya maupun pada Ayahnya atas wahyu ini. Tapi justru nabi Ismail
menenangkan sang ayah dengan ucapannya :
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي
إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
"Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar".(QS. Ash-Shaffaat (37:102).
Subhanallah, Walhamdulillah, Wa Laa
ilaah illallah, Allahu Akbar. Betapa tingginya kesabaran dan keikhlasan kedua
nabi yang berstatus ayah dan anak ini, yaitu Ibrahim as dan Ismail as. Mari
kita belajar ikhlas dari perjalanan mereka berdua, semoga Allah menjadikan kita
sebagai hamba-hambaNya yang ikhlas, sehingga kita jadi orang yang dibenci dan dihindari oleh Syaitan
tapi disayang dan diridhai oleh Allah SWT, karena Syaithan telah berjanji
dihadapan Rabb-nya, dengan berkata :
رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ
لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (39) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ
الْمُخْلَصِينَ (40)
"Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau
Telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti Aku akan menjadikan mereka memandang
baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan menyesatkan mereka
semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang IKHLAS di antara mereka". (Q.S.
Al-Hijr : (15:39-40)
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
2. Kerja Jelas
Sejak muda, nabi Ibrahim adalah tipe
pemuda yang tidak pernah ikut-ikutan tanpa kejelasan maksudnya. Ayahnya adalah sebagai penjual berhala. Tapi
beliau tetap tidak mau mengikutinya, karena bagi beliau menyembah berhala
adalah perbuatan yang tidak jelas tanpa makna. nabi Ibrahim pun bertanya kepada
ayahnya
أَتَعْبُدُونَ مَا تَنْحِتُونَ (95) وَاللَّهُ
خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
"Apakah kamu menyembah
patung-patung yang kamu pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan
apa yang kamu perbuat itu".(QS. Ash-Shaffaat (37:95-96).
Kisah nabi Ibrahim mengajarkan kepada
kita agar selalu menjadi manusia yang hanya melakukan sesuatu dengan ilmu,
dengan jelas, tidak ikut-ikutan. Sebagaimana Firman Allah :
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Q.S.
Al Isro (17) : 36)
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
3. Kerja Tegas
Setelah jelas, kita harus-lah tegas,
yaitu berani mengambil sikap, menentukan sebuah pilihan. Begitupun Nabi
Ibrahim, setelah jelas itu adalah merupakan wahyu Allah SWT, maka Nabi
Ibrahim-pun mengkonfirmasi pilihan ini kepada nabi Ismail. Ia pun hendak
mengetahui sejauhmana tanggapan dan keimanan nabi ismail terhadap wahyu ini.
Dan Subahanallah, nabi Ibrahim pun menemukan nabi Ismail sebagai anak yang
tegas dalam kesabaran dan kebenaran.
Karena ketegasan itulah kisah mereka
diabadikan menjadi sejarah yang luar biasa di dalam Al-Quran, yang mana
hikmahnya terus mengalir sepanjang masa. Orang-orang yang tegas dalam memilih
kebenaran, seringkali menjadi sejarah gemilang dalam kehidupan. Sedangakan para
peragu alias orang yang tidak tegas dalam menegakkan kebenaran , tidak akan pernah
membuat sejarah gemilang, kecuali goresan-goresan luka dalam kehidupan dunia,
dan tentunya akan semakin bertambah luka dalam kehidupan akhirat.
Sudahkah hari ini kita tegas dalam
menyikapi hidup. Yang hak adalah hak dan yang bathil adalah bathil. Hidup
adalah pilihan, dan setiap pilihan mengandung resiko yang tidak bisa dipilih,
karena sudah satu paket dengan pilihannya. Marilah kita membuat sejarah dalam
hidup kita yang singkat ini. Buatlah sejarah, bukan sekesar kisah. Jadikanlah
hidup kita yang singkat ini bermanfaat buat semesta hingga akhir masa, sebagai
buah dari ketegasan kita dalam melaksanakan kebenaran.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
4. Kerja Pantas
Jangan membenarkan hal-hal yang biasa,
tapi harus membiasakan hal-hal yang benar. Kebiasaan itu tidak selamanya baik
tapi yang baik harus dibiasakan. Itulah hidup yang pantas bagi insan bertaqwa.
Pantas atau tidaknya sebuah pekerjaan tidak bisa hanya diukur dari aturan main
kebanyakan logika manusia. Mari kita pertanyakan secara logika, pantaskah
seorang ayah menyembelih anaknya? Artinya disini seharusnya kita belajar,
jangan pernah menuhankan logika kita. Sebab pantas tidaknya suatu pekerjaan
sangat tergantung aturan main yang telah ditentukan oleh Allah, bukan manusia.
Jangan sampai kita termasuk
manusia-manusia bodoh dengan mengatakan : “Tidak pantas aturan ini diterapkan
di Indonesia, tidak berperikemanusiaan, tidak sesuai dengan Hak Asasi
Manusia….dsb” Wahai saudaraku seiman yang sangat merindukan rahmat-Nya, lalu
dimanakah kita meletakkan aturan Allah? jika kita meremehkannya dengan
pendekatan logika manusia yang fana. Hal itu telah dijelaskan Allah dalam
firman-Nya :
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ
وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (50)
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka
kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi
orang-orang yang yakin ?. QS. Almaidah (5:50).
Mari kita belajar kembali dari kedua
nabi yang luar biasa itu. Kepantasan itu adalah kesesuai dengan instruksi
Ilahi, bukan kesesuaian dengan logika emosi yang sempit. Dan bukankah akhirnya
terbukti, bahwa Allah pun menukar perintahNya dengan mengganti ismail dengan
seokar domba besar yang sangat sehat untuk disembelih.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
5. Kerja Prioritas
Berpikirlah prioritas. Utamakan akhirat
tapi jangan lupakan dunia. Utamakan Ruhani tapi jangan lupakan jasmani.
Utamakan perintah Ilahi tapi jangan lupakan urusan-urusan duniamu. Allah SWT,
berfirman :
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ
الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi . (QS. Al-Qashash (28:77).
Kalau Ibrahim lebih mencintai dunia
dibandingkan akhirat yang abadi, tentu ia akan memprioritaskan keselamatan
anaknya dibandingkan wahyu dari Allah. Tapi Ibrahim yakin, justru ketika ia
mengutamakan akhirat maka dunia pun akan ia dapatkan. Sebab yang terjadi,
bukannya Ibrahim kehilangan Ismail tetapi justru Ibrahim diberi kabar gembira
akan hadirnya seorang anak beliau yang kedua, anak yang sholeh, anak yang pintar
yang bernama Ishaq.
وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ
الصَّالِحِينَ (112)
‘Dan kami beri dia kabar gembira dengan
(kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh.
".(QS. Ash-Shaffaat (37:112).
Sering kita dengar sebuah paradigma yang
sesat yang mengatakan “kejarlah dunia tapi jangan lupakan akhirat” sepintas,
kedengarannya seperti sebuah pepatah yang menyelamatkan, karena memang syaithan
telah menjadikan manusia memandang baik terhadap kemaksiatan di dunia ini
padahal paradigma tersebut adalah sesat dan menyesatkan, itu termasuk perbuatan dholim, karena telah
mengganti hukum Allah, merubah Kitabullah yaitu memprioritaskan apa yang tidak
diprioritaskan Allah SWT. Na’udzubillahi min dzalik. Allah SWT berfirman :
فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلًا غَيْرَ الَّذِي
قِيلَ لَهُمْ فَأَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا
كَانُوا يَفْسُقُونَ (59)
Lalu orang-orang yang dzalim mengganti
perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu
Kami timpakan atas orang-orang yang dzalim itu siksa dari langit, karena mereka
berbuat fasik. (QS. Al-Baqarah (2:59).
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
6. Kerja Kualitas
Yang berikutnya adalah kerja KUALITAS.
Hari ini kita cenderung ingin mendapatkan yang terbaik, tapi enggan untuk
memberikan yang terbaik. Ketika bertemu seseorang, Para pecundang selalu
berpikir : “Apa yang bisa saya dapatkan dari orang itu…” sedangkan para
pemenang selalu berpikir “Apa yang bisa saya berikan kepada orang itu…”
Hidup berkualitas adalah hidup yang
berorientasi memberi. Maka ketika ia memiliki dana untuk kurban sapi atau
kambing terbaik, ia pun berusaha melakukannya. Dia akan berpikir “Saya akan
berikan yang terbaik buat fakir miskin”, bahkan ia bisa saja sampai lupa bahwa
ia pun sebenarnya punya jatah sepertiga dari sembelihannya. Sedangkan orang
biasa lebih suka berpikir “buat apa berkurban tahun ini, tahun kemarin kan
sudah, apalagi sepertinya tahun ini sudah cukup banyak yang berkurban, nanti fakir
miskinnya malah keenakan…jadi pemalas” atau bisa juga berpikir “buat apa kurban
sapi/kambing terbaik, yang kurus juga bisa.. murah lagi…kan yang penting
ikhlas…dst…seterusnya...”
Marilah kita belajar dari Ibrahim yang
sangat menjaga kualitas hidupnya dan kualitas ketaqwaannya. Lihatlah Allah pun
memberikan domba terbaik buat disembelih oleh Ibrahim. Mari kita berikan yang
terbaik semampu kita, terkecuali memang tidak ada lagi dana, tentu saja Allah Maha
Mengetahui.
Hidup berkualitas bisa disimpulkan dengan
dua pertanyaan : 1. Mengapa kita harus meminta, kalau memberi masih ringan bagi
kita? 2. Mengapa harus memberi yang biasa saja, kalau kita masih mampu
memberikan yang terbaik. Berikan yang terbaik, maka kita akan mendapatkan yang
terbaik dari Allah SWT..
Begitulah pengorbanan Nabi Ibrahim as,
ia pun berkurban yang terbaik. Ismail adalah anak yang paling dicintainya.
Paling dicintainya dari apapun yang ada di dunia ini, kecuali Allah. Itu
sebabnya, Allah mengujii kepada apa yang paling dicintai oleh Nabi Ibrahim. Mari
kita belajar, sudahkah kita mengurbankan apa yang paling kita cintai di dunia
ini hanya untuk ALLAH SWT?. Mari kita resapi dengan benar akan firman Allah
SWT. :
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ
وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ
تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ
وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (24)
Katakanlah: "Jika bapa-bapa,
anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan
yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat
tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan
dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan
NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
(Q.S. 9 : 24)
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا
مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
(92)
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
(Q.S. 3:92)”
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
7. Kerja Tuntas
Akhirnya, tuntaskanlah
pekerjaan-pekerjaan kita dengan terus bertawakkal pada Allah SWT. Dan
tuntaskanlah kehidupan kita dengan akhir yang luar biasa, Husnul Khotimah.
Jangan pernah menjadi pribadi yang menyerah akan tegaknya kebenaran. Seorang
pemenang tidak pernah menyerah dan orang yang menyerah tidak pernah menang.
Nabi Ibrahim pun tidak menyerah dengan perintah
tersebut. Ia tetap menuntaskannya, sampai datang kebenaran Allah lewat perintah
lainnya. Tuntasnya kerja nabi Ibrahim itu tergambar dalam firman Allah SWT, :
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ
(104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105)
Dan kami panggillah dia: "Hai
Ibrahim, Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya
Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Q.S.
Ash-shooffaat (37)
Sebuah pekerjaan yang berakhir dengan
sukses luar biasa dimana Allah telah membenarkannya dan memberi balasan kepadanya
dengan yang lebih baik. Seekor domba yang besar dan sehat adalah piala
kemenangan yang sangat luar biasa bagi nabi Ibrahim. Bagaimana kemenangan
tersebut tidak luar biasa?, kalau piala tersebut langsung diserahkan oleh
Rajadiraja, Penguasa alam semesta, Allah Yang Maha Kuasa, yang tidak akan
pernah terjadi lagi dan tidak akan pernah tertandingi kapan-pun dan dimana-pun
dari umat ini.
Wahai kaum muslimin, marilah kita
belajar menuntaskan apa-apa yang kita kerjakan. Janganlah kita termasuk pribadi
yang hanya pandai memulai, tapi tak pandai menyelesaikan apa-apa yang telah
kita mulai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar